Arti Cinta, Rindu dan Cemburu dalam
Islam
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Author:Nhia Hendawan
Banyak orang berbicara tentang masalah ini tapi tidak sesuai dengan yang
sebenarnya. Atau tidak menjelaskan batasan-batasan dan maknanya secara syar’i.
Dan kapan seseorang itu keluar dari batasan-batasan tadi. Dan seakan-akan yang
menghalangi untuk membahas masalah ini adalah salahnya pemahaman bahwa
pembahasan masalah ini berkaitan dengan akhlaq yang rendah dan berkaitan dengan
perzinahan, perkataan yang keji. Dan hal ini adalah salah. Tiga perkara ini
adalah sesuatu yang berkaitan dengan manusia yang memotivasi untuk menjaga dan
mendorong kehormatan dan kemuliaannya. Aku memandang pembicaraan ini yang
terpenting adalah batasannya, penyimpangannya, kebaikannya, dan kejelekannya.
Tiga kalimat ini ada dalam setiap hati manusia, dan mereka memberi makna dari
tiga hal ini sesuai dengan apa yang mereka maknai.
Cinta (Al-Hubb)
Cinta yaitu Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, dan itu
termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/dhahir. Pernikahan itu tidak
akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang diantara
suami-isteri. Dan kuncinya kecintaan adalah pandangan. Oleh karena itu,
Rasulullah Sawmenganjurkan pada orang yang meminang untuk melihat pada yang
dipinang agar sampai pada kata sepakat dan cinta, seperti telah kami jelaskan
dalam bab Kedua.
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i dari Mughirah bin
Su’bah r.a berkata : “Aku telah meminang seorang wanita”, lalu Rasulullah Sawbertanya
kepadaku : “Apakah kamu telah melihatnya ?” Aku berkata : “Belum”, maka beliau
bersabda : “Maka lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu pada akhirnya akan
lebih menambah kecocokan dan kasih sayang antara kalian berdua”
Sesungguhnya kami tahu bahwa kebanyakan dari orang-orang, lebih-lebih
pemuda dan pemudi, mereka takut membicarakan masalah “cinta”, bahkan umumnya
mereka mengira pembahasan cinta adalah perkara-perkara yang haram, karena itu
mereka merasa menghadapi cinta itu dengan keyakinan dosa dan mereka mengira
diri mereka bermaksiat, bahkan salah seorang diantara mereka memandang, bila
hatinya condong pada seseorang berarti dia telah berbuat dosa.
Kenyataannya, bahwa di sini banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam
pemahaman mereka tentang “cinta” dan apa-apa yang tumbuh dari cinta itu, dari
hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dimana mereka beranggapan bahwa cinta
itu suatu maksiat, karena sesungguhnya dia memahami cinta itu dari apa-apa yang
dia lihat dari lelaki-lelaki rusak dan perempuan-perempuan rusak yang diantara
mereka menegakkan hubungan yang tidak disyariatkan. Mereka saling duduk,
bermalam, saling bercanda, saling menari, dan minum-minum, bahkan sampai mereka
berzina di bawah semboyan cinta. Mereka mengira bahwa ‘cinta’ tidak ada lain
kecuali yang demikian itu. Padahal sebenarnya tidak begitu, tetapi justru
sebaliknya.
Sesungguhnya kecenderungan seorang lelaki pada wanita dan kecenderungan
wanita pada lelaki itu merupakan syahwat dari syahwat-syahwat yang telah Allah
hiaskan pada manusia dalam masalah cinta. Artinya Allah menjadikan di dalam
syahwat apa-apa yang menyebabkan hati laki-laki itu cenderung pada wanita,
sebagaimana firman Allah Swt :
["Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak,..."] Ali-’Imran : 14
Allah lah yang menghiasi bagi manusia untuk cinta pada syahwat ini, maka
manusia mencintainya dengan cinta yang besar, dan sungguh telah tersebut dalam
hadits bahwa Nabi Saw bersabda :
["Diberi rasa cinta padaku dari dunia kalian : wanita dan
wangi-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam sholat"] HR Ahmad,
Nasa’i, Hakim dan Baihaqi.
Andaikan tidak ada rasa cinta lelaki pada wanita atau sebaliknya, maka
tidak ada pernikahan, tidak ada keturunan dan tidak ada keluarga. Namun, Allah
Swt tidaklah menjadikan lelaki cinta pada wanita atau sebaliknya supaya
menumbuhkan diantara keduanya hubungan yang diharamkan, tetapi untuk menegakkan
hukum-hukum yang disyari’atkan dalam bersuami isteri, sebagaimana tercantum
dalam hadits Ibnu Majah, dari Abdullah bin Abbas r.a berkata : telah bersabda
Rasulullah Saw:
["Tidak terlihat dua orang yang saling mencintai, seperti
pernikahan"]
Dan agar orang-orang Islam menjauhi jalan-jalan yang rusak atau keji, maka
Allah telah menyuruh yang pertama kali agar menundukan pandangan, karena
‘pandangan’ itu kuncinya hati, dan Allah telah haramkan semua sebab-sebab yang
mengantarkan pada fitnah, dan kekejian, seperti berduaan dengan orang yang
bukan mahramnya, bersenggolan, bersalaman, berciuman antara lelaki dan wanita,
karena perkara ini dapat menyebabkan condongnya hati. Maka bila hati telah
condong, dia akan sulit sekali menahan jiwa setelah itu, kecuali yang dirahmati
Allah Swt.
Bahwa Allah tidak akan menyiksa manusia dalam kecenderungan hatinya. Akan
tetapi manusia akan disiksa dengan sebab jika kecenderungan itu diikuti dengan
amalan-amalan yang diharamkan. Contohnya : apabila lelaki dan wanita saling
pandang memandang atau berduaan atau duduk cerita panjang lebar, lalu
cenderunglah hati keduanya dan satu sama lainnya saling mencinta, maka
kecondongan ini tidak akan menyebabkan keduanya disiksanya, karena hal itu
berkaitan dengan hati, sedang manusia tidak bisa untuk menguasai hatinya. Akan
tetapi, keduanya diazab karena apa yang dia lakukan. Dan karena keduanya
melakukan sebab-sebab yang menyampaikan pada ‘cinta’, seperti perkara yang
telah kami sebutkan. Dan keduanya akan dimintai tajawab, dan akan disiksa juga
dari setiap keharaman yang dia perbuat setelah itu.
Adapun cinta yang murni yang dijaga kehormatannya, maka tidak ada dosa
padanya, bahkan telah disebutkan olsebagian ulama seperti Imam Suyuthi, bahwa
orang yang mencintai seseorang lalu menjaga kehormatan dirinya dan dia
menyembunyikan cintanya maka dia diberi pahala, sebagaimana akan dijelaskan
dalam ucapan kami dalam bab ‘Rindu’. Dan dalam keadaan yang mutlak,
sesungguhnya yang paling selamat yaitu menjauhi semua sebab-sebab yang
menjerumuskan hati dalam persekutuan cinta, dan mengantarkan pada bahaya-bahaya
yang banyak, namun …..sangat sedikit mereka yang selamat.
Rindu (Al-’Isyq)
Rindu itu ialah cinta yang berlebihan, dan ada rindu yang disertai dengan
menjaga diri dan ada juga yang diikuti dengan kerendahan. Maka rindu tersebut
bukanlah hal yang tercela dan keji secara mutlak. Tetapi bisa jadi orang yang
rindu itu, rindunya disertai dengan menjaga diri dan kesucian, dan
kadang-kadang ada rindu itu disertai kerendahan dan kehinaan.
Sebagaimana telah disebutkan, dalam ucapan kami tentang cinta maka rindu
juga seperti itu, termasuk amalan hati, yang orang tidak mampu menguasainya.
Tapi manusia akan dihisab atas sebab-sebab yang diharamkan dan atas
hasil-hasilnya yang haram. Adapun rindu yang disertai dengan menjaga diri
padanya dan menyembunyikannya dari orang-orang, maka padanya pahala, bahkan
Ath-Thohawi menukil dalam kitab Haasyi’ah Marakil Falah dari Imam Suyuthi yang
mengatakan bahwa termasuk dari golongan syuhada di akhirat ialah orang-orang
yang mati dalam kerinduan dengan tetap menjaga kehormatan diri dan
disembunyikan dari orang-orang meskipun kerinduan itu timbul dari perkara yang
haram sebagaimana pembahasan dalam masalah cinta.
Makna ucapan Suyuthi adalah orang-orang yang memendam kerinduan baik
laki-laki maupun perempuan, dengan tetap menjaga kehormatan dan menyembunyikan
kerinduannya sebab dia tidak mampu untuk mendapatkan apa yang dirindukannya dan
bersabar atasnya sampai mati karena kerinduan tersebut maka dia mendapatkan
pahala syahid di akhirat. Hal ini tidak aneh jika fahami kesabaran orang ini
dalam kerinduan bukan dalam kefajiran yang mengikuti syahwat dan dia bukan
orang yang rendah yang melecehkan kehormatan manusia bahkan dia adalah seorang
yang sabar, menjaga diri meskipun dalam hatinya ada kekuatan dan ada
keterkaitan dengan yang dirindui, dia tahan kekerasan jiwanya, dia ikat anggota
badannya sebab ini di bawah kekuasaannya. Adapun hatinya dia tidak bisa
menguasai maka dia bersabar atasnya dengan sikap afaf (menjaga diri) dan
menyembunyikan kerinduannya sehingga dengan itu dia mendapat pahala.
Cemburu (Al-Ghairah)
Cemburu ialah kebencian seseorang untuk disamai dengan orang lain dalam
hak-haknya, dan itu merupakan salah satu akibat dari buah cinta. Maka tidak ada
cemburu kecuali bagi orang yang mencintai. Dan cemburu itu termasuk sifat yang
baik dan bagian yang mulia, baik pada laki-laki atau wanita.
Ketika seorang wanita cemburu maka dia akan sangat marah ketika suaminya
berniat kawin dan ini fitrah padanya. Sebab perempuan tidak akan menerima
madunya karena kecemburuannya pada suami, dia senang bila diutamakan, sebab dia
mencintai suaminya. Jika dia tidak mencintai suaminya, dia tidak akan peduli
(lihat pada bab I). Kita tekankan lagi disini bahwa seorang wanita akan menolak
madunya, tetapi tidak boleh menolak hukum syar’i tentang bolehnya poligami.
Penolakan wanita terhadap madunya karena gejolak kecemburuan, adapun penolakan
dan pengingkaran terhadap hukum syar’i tidak akan terjadi kecuali karena
kelalaian dan kesesatan. Adapun wanita yang shalihah, dia akan menerima hukum-hukum
syariat dengan tanpa ragu-ragu, dan dia yakin bahwa padanya ada semua kebaikan
dan hikmah. Dia tetap memiliki kecemburuan terhadap suaminya serta
ketidaksenangan terhadap madunya.
Kami katakan kepada wanita-wanita muslimah khususnya, bahwa ada bidadari
yang jelita matanya yang Allah Swt jadikan mereka untuk orang mukmin di sorga.
Maka wanita muslimat tidak boleh mengingkari adanya ‘bidadari’ ini untuk orang
mukmin atau mengingkari hal-hal tersebut, karena dorongan cemburu. Maka kami
katakan padanya :
Dia tidak tahu apakah dia akan berada bersama suaminya
di surga kelak atau tidak.
Bahwa cemburu tidak ada di surga, seperti yang ada di
dunia.
Bahwasanya Allah Swt telah mengkhususkan juga bagi
wanita dengan kenikmatan-kenikmatan yang mereka ridlai, meski kita tidak
mengetahui secara rinci.
Surga merupakan tempat yang kenikmatannya belum pernah terlihat oleh mata,
terdengar oleh telinga dan terbetik dalam hati manusia, seperti firman Allah
Swt
["Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka
yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan"] As-Sajdah : 17
Oleh karena itu, tak seorang pun mengetahui apa yang tersembunyi bagi
mereka dari bidadari-bidadari penyejuk mata sebagai balasan pada apa-apa yang
mereka lakukan. Dan di sorga diperoleh kenikmatan-kenikmatan bagi mukmin dan
mukminat dari apa-apa yang mereka inginkan, dan juga didapatkan
hidangan-hidangan, dan akan menjadi saling ridho di antara keduanya sepenuhnya.
Maka wajib bagi keduanya (suami-isteri) di dunia ini untuk beramal sholeh agar
memperoleh kebahagiaan di sorga dengan penuh kenikmatan dan rahmat Allah Swt
yang sangat mulia lagi pemberi rahmat.
Adapun kecemburuan seorang laki-laki pada keluarganya dan kehormatannya,
maka hal tersebut ‘dituntut dan wajib’ baginya karena termasuk kewajiban
seorang laki-laki untuk cemburu pada kehormatannya dan kemuliaannya. Dan dengan
adanya kecemburuan ini, akan menolak adanya kemungkaran di keluarganya. Adapun
contoh kecemburuan dia pada isteri dan anak-anaknya, yaitu dengan cara tidak
rela kalau mereka telanjang dan membuka tabir di depan laki-laki yang bukan
mahramnya, bercanda bersama mereka, hingga seolah-olah laki-laki itu saudaranya
atau anak-anaknya.
Anehnya bahwa kecemburuan seperti ini, di jaman kita sekarang dianggap
ekstrim-fanatik, dan lain-lain. Akan tetapi akan hilang keheranan itu ketika
kita sebutkan bahwa manusia di jaman kita sekarang ini telah hidup dengan adat
barat yang jelek. Dan maklum bahwa masyarakat barat umumnya tidak mengenal
makna aib, kehormatan dan tidak kenal kemuliaan, karena serba boleh
(permisivisme), mengumbar hawa nafsu kebebasan saja. Maka orang-orang yang
mengagumi pada akhlaq-akhlaq barat ini tidak mau memperhatikan pada akhlaq
Islam yang dibangun atas dasar penjagaan kehormatan, kemuliaan dan keutamaan.
Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mensifati seorang laki-laki yang tidak
cemburu pada keluarganya dengan sifat-sifat yang jelek, yaitu ‘Dayyuuts’.
Sungguh ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabraani dari Amar
bin Yasir r.a, serta dari Al-Hakim, Ahmad dan Baihaqi dari Abdullah bin Amr
r.a, dari Nabi Saw bahwa ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga yaitu
peminum khomr, pendurhaka orang tua dan dayyuts. Kemudian Nabi menjelaskan
tentang dayyuts, yaitu orang yang membiarkan keluarganya dalam kekejian atau
kerusakan, dan keharaman.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar